Jumat, 15 September 2017

Winning Eleven? Sekarang Zamannya FIFA 14 dan PES!



Usai terkekeh membaca omelan pelatih Manchester United, Jose Mourinho yang mengomentari jalannya pertandingan antara Setan Merah melawan Basel di laga perdana Liga Champions Rabu kemarin, saya jadi ingat game konsol Playstation jadul: Winning Eleven.

Oiya, Mou menyebut permainan Lukaku dan kawan-kawan terlampau santai. Menurutnya, permainan anak asuhnya layaknya pertandingan di sebuah video game Playstation. Beruntung MU menang telak 3-0.

“Setelah 2-0 semuanya berubah. Kami berhenti bermain dengan serius dan berhenti membuat keputusan yang tepat. Kami bermain seperti permainan di Playstation dan saya tidak suka. Kami terlalu memberikan lawan celah,” ujar Mou.

Nah, Winning Eleven sendiri permainan favorit saya zaman masih awal-awal bekerja. Dengan modal duit Rp 900 ribu, saya membeli konsol PS One yang mungil (versi portable dari PS yang kotak besar).

Waktu itu, masanya Ronaldo De Lima dan Roberto Carlos bintang Brazil masih bermain di Real Madrid. Begitu juga Batistuta di Roma dan masa keemasan Trezeguet serta Del Piero di Juventus.

Jangan tanya kualitas grafisnya jika dibandingkan game-game sepak bola mutakhir sekarang ini. Penggila game sekarang tentu akrabnya dengan FIFA 14 dan Pro Evolution Soccer (PES) dan konsol seperti Xbox, Nintendo atau Playstation 3 bahkan 4.

Tapi bagi kami, cieee 'kami' (generasi tua doyan main), bisa mengontrol mahabintang sekelas Ronaldo de Lima atau mengotak-atik susunan timnas Jerman dan Inggris, misalnya, sebuah kebahagiaan paling ultimate hahaha.

Trik juga kami mainkan meskipun kalau terlalu sering juga membosankan seperti One-Two. Syukurlah, game bola sekarang tidak terlalu royal meladeni pencetan tricky kita. Kalau situasinya memungkinkan, game baru melayani ambisi kita itu hehehe.

Saat itu, memori atau penyimpanan setingan permainan dilakukan pada memory khusus yang bentuknya saja saya sudah lupa. Kotak kecil. Sedangkan software gamenya menggunakan cakram CD alias Compact Disk.

Jangan bayangkan konsol sekarang yang sudah memakai hardisk internal hehehe.


Sabtu, 09 September 2017

Test Drive Mobil Wuling Langsung di Pabrik Qingdao, China

SUV Baojun 560 di Pabrik Wuling, Qingdao, China

Jauh-jauh hari sebelum mobil Confero S dari pabrikan Wuling dipasarkan di Indonesia, saya beruntung melakukan test drive beberapa varian mobil dari prinsipal yang sama. Bukan di Jakarta atau ruas jalan lainnya di Indonesia, saya menjajalnya langsung di pabriknya di China!

Pada kunjungan kerja ke utara, China atau Tiongkok, salah satu agenda perjalanan ialah menyambangi pabrik SGMW-Wuling di kota Qingdao. SGMW ialah kependekan dari SAIC-GM-Wuling (SGMW) Automobile. Yeah, Wuling memang bekerja sama dengan raksasa otomotif asal Amerika Serikat, General Motors (GM).

GM sendiri merupakan produsen beragam merek mobil kawakan seperti Chevrolet, Buick, GMC, Cadillac, Pontiac, Opel, Vauxhall dan mobil tangguh, Hummer Tak ayal, teknologi yang dibenamkan di setiap mobil lansiran GM dan mitranya tak disangsikan keandalannya.

Test drive dilakukan di kompleks pabrik Wuling di Qingdao. Kota yang terletak di kawasan pesisir timur China ini hanyalah salah satu sentra produksi Wuling. Pabrik lainnya ialah di Liuzhou, Baojun, dan Chongqing.

Merek yang kami jajal ialah Baojun 560, Baojun 730, dan Hongguang S. Khusus mobil yang disebut terakhir, itulah varian yang telah diluncurkan di pameran Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIASS) Agustus lalu di ICE BSD. Di Indonesia, mobil tersebut disematkan brand Confero S, sebuah mobil MPV 7 penumpang

Sedangkan Baojun 560 merupakan mobil SUV 5 penumpang dan Baojun 740 ialah mobil seven seater.

Baojun 730, MPV 7 seater

Secara bergantian, saya dan rombongan mencicipi performa ketiganya di jalur lurus sekitar 300 meter lalu berbelok beberapa kali dan kembali ke titik start. Alhasil, dengan trek seperti itu, kami dapat mencoba kemampuan akselerasi, kecepatan menengah dan tinggi, kemampuan mesin di RPM rendah hingga tinggi dan juga kestabilan di belokan serta kinerja pengereman.

Sebagai pemakai mobil keluarga, saya pribadi lebih fokus mengelus-elus interior mobil, mencoba beberapa posisi duduk, memanjakan diri dengan jok dan mencoba fitur hiburan di LED panel touch screen. Meski di waktu yang yang tak terlalu lama, lumayan lah saya dapat mencicipi kemewahan interior ketiga mobil.

Tentu saja, unit yang kami cicipi semuanya dengan stir kiri. Sedangkan transmisinya semua manual. Begitu masuk kabin, misalnya Hongguang S alias Confero S, mata saya segera menatap lekat-lekat ke kendali beberapa fitur di setir. Cakep dan fungsional, sebagai pemakai Avanza saya cepat beradaptasi.

Bergeser ke dashboard, layar LED lah yang kemudian memikat karena konsepnya melayang atau tidak seperti dibenamkan ke panel dashoboard. Di bawahnya ada pengauran AC dan lain-lain. Menengok ke belakang, saya 'menginspeksi' ada berapa blower AC, saya pastikan semua penumpang bisa adem di kabin Wuling.


Joknya gimana? empuk dan berkelas. Meskipun kalau saya sih, tetap akan melapisnya dengan cover jok. Maklumlah, di perjalanan ada saja kemungkinan serpihan Citato atau kacang dan cipratan kopi juga susu bocil tumpah di jok. Sayang kalau langsung ke jok bawaan pabrik hehehe.

Urusan mesin? Ketika bersama-sama test drive Hongguang, sengaja unit mobil disesaki hingga 5 penumpang dewasa. Tarikan mesin 1500 cc cukup mumpuni meskipun injakan gas lembut. Ya iyalah, saya sih menyesuaikan jenis MPV ini dengan karakter membejek gas.

Sedangkan kawan lainnya di mobil Hongguang S yang lain, sengaja lebih tega dengan menginjak gas lebih dalam. Dia cukup puas dengan akseleras mobil keluarga ini. "Injak gas biar ketahuan gimana akselerasinya, tenaganya responsif  untuk keluarga MPV. Kabinnya juga senyap, bisa jadi karena mobil barunya, tapi sekilas aku lihat material di pintunya bagus. Sepertinya memang menunjang hingga benar-benar senyap," katanya.

Sedangkan di Baojun 560, saya mencicipinya sebagai penumpang. Pak boss yang berada di belakang setir karena memang ingin merasakan sendiri bagaimana performa SUV Wuling ini.

"Mantap!" tegasnya usai melahap 2 putaran bolak-balik. Tenaga besar dan kontrol yang bagus di belokan dan pengereman. Saya sendiri memilih mengencangkan sabuk pengaman dan membenamkan punggung ke sandaran kursi: akselerasinya joss!


Kunjungan ke Pabrik
Sebelum test drive, saya dan rombongan juga melihat dari dekat proses produksi mobil di pabrik SGMW. Oiya, selain ke pabrik mobil, saya juga melipir ke industri televisi dan kereta api, ceritanya di sini.

Merujuk paparan direksi yang memandu kunjungan ini, teknologi dan manajemen produksi mengadopsi sistem General Motors. Tentunya, presisi, efektivitas dan efisiensi produksi tak diragukan lagi.

Di pabrik, kami melihat alur produksi. Juga proses dari rangka, body, dan mesin. Perhatian saya juga tertuju bagaimana kemampuan teknologi Wuling dalam produksi mesin dan spare part, termasuk shockbreaker dan transmisi.

Menteri Perindustrian Saleh Husin mengamati suku cadang produksi Wuling di Qingdao, China

Dua hal inilah juga yang diharapkan Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Menteri Perindustrian saat itu, Pak Saleh Husin, agar Wuling juga memproduksi mesin dan suku cadang di Indonesia. Bahkan Wuling ditantang untuk merealisasikan produksi mesin dan suku cadang sehingga pabrik Wuling mampu menghasilkan nilai tambah, dibanding jika hanya melakukan perakitan.

Lebih jauh, Pak Saleh juga menantang  Wuling menjadikan Indonesia sebagai basis produksi untuk diekspor ke ASEAN dan Australia. Sebelumnya pabrikan Tiongkok itu telah berekspansi ke beberapa negara Afrika , Amerika Latin dan Asia. Jadi, prinsipnya, Wuling tidak hanya memanfaatkan Indonesia sebagai pasar tapi juga sebagai pusat produksi yang berorientasi ekspor. Semoga hal ini dapat tercapai

Produksi mesin dan suku cadang di Indonesia juga diharapkan mampu melibatkan perusahaan lokal Indonesia dan turut memacu industri lainnya seperti industri baja dan kaca untuk otomotif.

Wuling sendiri membangun pabrik di Cikarang, kabupaten Bekasi dengan investasi USD 700 juta atau setara Rp 10-11 triliun.

Bagi saya, keseriusan Wuling masuk ke Indonesia, baik jualan mobil dan produksi dengan investasi triliunan, membuat bisnis otomotif Tanah Air makin seru. Wuling sebagai prinsipal asal China, menemani pabrikan yang sudah lama menikmati pasar otomotif Indonesia seperti Toyota, Honda, Suzuki, Nissan dan Daihatsu asal negeri matahari terbit, Jepang.

Semoga pula memanaskan pabrikan Eropa seperti Mercedes dan BMW untuk membuat pabrik di Indonesia. Semoga.

Kamis, 24 Agustus 2017

Berlayar dari Ambon ke Tual bersama KRI 591 "Surabaya"


KRI 591 Surabaya bersandar di Pelabuhan Tual - inung

Beberapa waktu lalu saya mengikuti perjalanan kerja ke perairan laut Maluku, tepatnya ke Pulau Banda dan Tual di Kabupaten Maluku Tenggara. Perjalanan bersama ratusan rombongan dengan menumpang KRI 591 "Surabaya".

Ini merupakan pengalaman yang istimewa karena baru pertama kalinya saya berlayar dengan kapal TNI Angkatan Laut. Kapal ini termasuk kapal yang berada di Satuan Kapal Ambfibi Koarmatim sejak 1 Agustus 2007. 

Berbobot 7.300 ton, KRI Surabaya-591 memiliki panjang 122 meter dan lebar 22 meter ini. Di perutnya, terdapat 5 dek atau 5 lantai. Selama 3 hari pelayaran, saya berada di dek kelima bersama para prajurit marinir dan rombongan lain dari beberapa instansi. 

Kapal ini berfungsi sebagai kapal angkut personel, kendaraan tempur, kendaraan perintis dan helikopter. Ketika di sana, unit helikopter yang turut diangkut dan disiapsiagakan adalah Helikopter Bell 412 EP/HU-420 dari Skuadron 400 Wing Udara 1. Tentu saja, saya tidak melewatkan berfoto berlatar belakang helikopter berwarna abu-abu ini. 

Merujuk beberapa sumber, KRI 591 dipersenjatai sebuah meriam Boffors 40 mm, empat pucuk meriam Oerlikon 20 mm serta dua pucuk senjata anti serangan udara. Dengan mesin kapal dua unit MPK motor pokok, KRI Surabaya-591 mampu menempuh kecepatan maksimum 17 knot, kemampuan jelajah 14 knot, dan kecepatan ekonomis 12 knot.

Di geladak bersama heli Bell 412 Skuadron 400 - inung
Selain itu, material tempur yang mampu dibawa terdiri dari 15 truk, 22 tank, tiga helikopter tipe Mi-2/Bell serta memiliki dua unit landing craft utility (LCU) semacam sekoci yang mampu mengangkut 150 pasukan untuk dibawa ke darat. 

Untuk mengarungi lautan, bahan bakar yang ditampung sebanyak 722 ton bahan bakar. Sedangkan kapasitas air tawar yang dibawa mencapai 624 ton. Untuk daya angkutnya, KRI Surabaya mampu menampung 618 personel yang terdiri dari 100 orang ABK, 11 tamu, dan 507 pasukan. 

Kapal ini dibangun di galangan "Daesun Shipyard Building and Engineering Co Ltd" Busan, Korea Selatan. 

KRI 591 juga memiliki "saudara kandung" sesama kapal jenis LPD buatan Korea Selatan dan berstatus baru yaitu KRI Makassar dan sebuah kapal rumah sakit, yakni KRI dr Suharso yang diubah dari nama KRI Tanjung Dalpele.

Pemandangan Pulau Gunung Api Banda dari geladak KRI 591 - inung

Di Lambung KRI 
Selama pelayaran, kami tidur di tempat tidur bertingkat. Terdapat ruang makan yang menyediakan sarapan, makan siang dan makan malam. Juga dilengkapi fasilitas kantin jika ingin membeli kudapan dan menyeduh kopi panas.

Berada di dalam lambung kapal, tentu saya juga merasakan goyangan kapal. Meski demikian, tidak begitu terasa limbung karena bobot kapal yang ribuan ton dan dimensi atau ukuran yang besar.


Pengalaman unik lainnya adalah berkesempatan menjalankan ibadah solat di dek kapal berlatar belakang lautan lepas. Sesi solat yang paling berkesan adalah solat subuh dan magrib, lantaran tak lama berselang dengan momen matahari terbit dan tenggelam.

Oya, para marinir dan awak kapal juga ramah. Mereka komunikatif dalam menunjukkan arah ke tempat solat, tempat makan dan lain-lain. Jika tanpa petunjuk awak kapal, tentu kami kebingungan di dalam lambung KRI 591 "Surabaya".

Seperti yang kami perbincangkan dengan sesama peserta pelayaran, pengalaman ini bisa jadi hanya sekali seumur hidup. Semoga saja lain waktu dapat terulang dalam perjalanan maritim ke surga bahari yang lain di negeri cantik ini. :)

Salam Indonesia jaya, terimakasih TNI AL, Jalesveva Jayamahe! 

Menjelang senja di geladak KRI 591 bersama heli 412 TNI AL - inung


Senin, 21 Agustus 2017

Banda


Pulau Gunung Api Banda (macinung 2016)


Poster film "Banda The Dark Forgotten Trail" mengingatkan perjalanan istimewa menyambangi Kepulauan Banda di Maluku. Waktu itu saya dalam perjalanan kerja menumpang KRI Surabaya 591, berangkat dari Ambon, Banda dan nantinya berakhir di Tual, Maluku Tenggara.

Baru kali itu saya merapat ke pulau yang sebelumnya hanya bisa dibayangkan melalui buku pelajaran geografi SD dan kisah sejarah masa kolonial. Banda erat dengan komoditas tanaman cengkeh dan menjadi pusat pertarungan Belanda dan Inggris. Masih di gugusan kepulauan Banda, terdapat Pulau Run penghasil rempah pala.

Khusus untuk Pulau Gunung Api Banda, tak hanya elok, tetapi juga begitu kekar dan agung. Gunung ini masih aktif, magma di perutnya terus menggelegak dan mendorong material vulkanik turun dari puncak merayapi punggung gunung untuk kemudian "ditenangkan" oleh sejuknya laut Banda nan teduh.

Saya sungguh bersyukur, apalagi sempat mampir ke rumah (pembuangan) Bung Hatta di Banda Naira dan melanjutkan perjalanan ke tenggara: Tual dan Kei.

Di kedua kota pantai itu, tentu tak melewatkan untuk mencicipi ikan laut bakar dan lari pagi esok harinya.
Siang hingga sore, bersama kawan lantas menggelar ritual yang sungguh saya idamkan: ngopi beralas pasir paling lembut sedunia, sehalus terigu, di Pantai Pasir Panjang yang oleh warga setempat dinamai 'Ngurbloat'.

Pantai ini juga menjadi bagian dari gelaran Bali-Kei Archipelago Festival 2017, bulan Oktober mendatang.

Salam #wonderfulIndonesia #MNCTravel :)


Value Investing, Belajar dari Om Teguh

Beli bukunya om Teguh Hidayat, Value Investing, Agustus 2018 lalu, saya menjadikannya sebagai salah satu buku yang saya baca lagi, baca l...