Kamis, 24 Agustus 2017

Berlayar dari Ambon ke Tual bersama KRI 591 "Surabaya"


KRI 591 Surabaya bersandar di Pelabuhan Tual - inung

Beberapa waktu lalu saya mengikuti perjalanan kerja ke perairan laut Maluku, tepatnya ke Pulau Banda dan Tual di Kabupaten Maluku Tenggara. Perjalanan bersama ratusan rombongan dengan menumpang KRI 591 "Surabaya".

Ini merupakan pengalaman yang istimewa karena baru pertama kalinya saya berlayar dengan kapal TNI Angkatan Laut. Kapal ini termasuk kapal yang berada di Satuan Kapal Ambfibi Koarmatim sejak 1 Agustus 2007. 

Berbobot 7.300 ton, KRI Surabaya-591 memiliki panjang 122 meter dan lebar 22 meter ini. Di perutnya, terdapat 5 dek atau 5 lantai. Selama 3 hari pelayaran, saya berada di dek kelima bersama para prajurit marinir dan rombongan lain dari beberapa instansi. 

Kapal ini berfungsi sebagai kapal angkut personel, kendaraan tempur, kendaraan perintis dan helikopter. Ketika di sana, unit helikopter yang turut diangkut dan disiapsiagakan adalah Helikopter Bell 412 EP/HU-420 dari Skuadron 400 Wing Udara 1. Tentu saja, saya tidak melewatkan berfoto berlatar belakang helikopter berwarna abu-abu ini. 

Merujuk beberapa sumber, KRI 591 dipersenjatai sebuah meriam Boffors 40 mm, empat pucuk meriam Oerlikon 20 mm serta dua pucuk senjata anti serangan udara. Dengan mesin kapal dua unit MPK motor pokok, KRI Surabaya-591 mampu menempuh kecepatan maksimum 17 knot, kemampuan jelajah 14 knot, dan kecepatan ekonomis 12 knot.

Di geladak bersama heli Bell 412 Skuadron 400 - inung
Selain itu, material tempur yang mampu dibawa terdiri dari 15 truk, 22 tank, tiga helikopter tipe Mi-2/Bell serta memiliki dua unit landing craft utility (LCU) semacam sekoci yang mampu mengangkut 150 pasukan untuk dibawa ke darat. 

Untuk mengarungi lautan, bahan bakar yang ditampung sebanyak 722 ton bahan bakar. Sedangkan kapasitas air tawar yang dibawa mencapai 624 ton. Untuk daya angkutnya, KRI Surabaya mampu menampung 618 personel yang terdiri dari 100 orang ABK, 11 tamu, dan 507 pasukan. 

Kapal ini dibangun di galangan "Daesun Shipyard Building and Engineering Co Ltd" Busan, Korea Selatan. 

KRI 591 juga memiliki "saudara kandung" sesama kapal jenis LPD buatan Korea Selatan dan berstatus baru yaitu KRI Makassar dan sebuah kapal rumah sakit, yakni KRI dr Suharso yang diubah dari nama KRI Tanjung Dalpele.

Pemandangan Pulau Gunung Api Banda dari geladak KRI 591 - inung

Di Lambung KRI 
Selama pelayaran, kami tidur di tempat tidur bertingkat. Terdapat ruang makan yang menyediakan sarapan, makan siang dan makan malam. Juga dilengkapi fasilitas kantin jika ingin membeli kudapan dan menyeduh kopi panas.

Berada di dalam lambung kapal, tentu saya juga merasakan goyangan kapal. Meski demikian, tidak begitu terasa limbung karena bobot kapal yang ribuan ton dan dimensi atau ukuran yang besar.


Pengalaman unik lainnya adalah berkesempatan menjalankan ibadah solat di dek kapal berlatar belakang lautan lepas. Sesi solat yang paling berkesan adalah solat subuh dan magrib, lantaran tak lama berselang dengan momen matahari terbit dan tenggelam.

Oya, para marinir dan awak kapal juga ramah. Mereka komunikatif dalam menunjukkan arah ke tempat solat, tempat makan dan lain-lain. Jika tanpa petunjuk awak kapal, tentu kami kebingungan di dalam lambung KRI 591 "Surabaya".

Seperti yang kami perbincangkan dengan sesama peserta pelayaran, pengalaman ini bisa jadi hanya sekali seumur hidup. Semoga saja lain waktu dapat terulang dalam perjalanan maritim ke surga bahari yang lain di negeri cantik ini. :)

Salam Indonesia jaya, terimakasih TNI AL, Jalesveva Jayamahe! 

Menjelang senja di geladak KRI 591 bersama heli 412 TNI AL - inung


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Value Investing, Belajar dari Om Teguh

Beli bukunya om Teguh Hidayat, Value Investing, Agustus 2018 lalu, saya menjadikannya sebagai salah satu buku yang saya baca lagi, baca l...